Selasa, 10 Desember 2013

CATATAN CITA-CITA RARA (2)

Ruangan VIP tempat Rara dirawat tak jauh dari ruang dokter yang merawatnya. Sehingga hanya butuh waktu beberapa menit untuk sampai di sana.

“Hari ini anak saya sudah boleh pulang ya, dok?”
“Sebentar pak, bu saya periksa dahulu.”
“Astagfirullah hal adzim. Suster sudah berapa lama Rara tertidur?”
“Sekitar 12 jam dok. Ada apa dok?”
“Innalilahi wainnailaihirojiun. Dia sudah tak bernafas.” 
Dokter itu seperti bunga layu ketika mengucapkan kalimat duka itu. Berat.

Hampa. Muka suster yang sebelumnya ceria terlihat seperti anak kecil yang mainannya direbut, dipaksa dipisahkan dengan mainan kesayangannya. Menahan tangis dan tak kuasa membendung. Akhirnya tumpahlah air matanya. “Tidak mungkin dok. Setiap saya datang kesini membawa obat, dadanya masih naik turun.”

Didekatinya anak satu-satunya itu, anak yang selama ini tak dilihat perkembangannya. Anak yang terasa jauuuuh sekali, atau mungkin mereka yang tak mau mendekat. Terlalu angkuh untuk menanyakan kabar anaknya sendiri. “Sayang.” Itulah kali pertama Mamanya mengucap kata sayang kepada Rara.

“Kamu mau pergi kemana, nak? Papa belum sempat melihat lucu wajahmu. Papa belum sempat lihat kamu tersenyum anggun. Papa belum, papa belum....... maafkan papa, ra. Maafkan papa yang sibuk dengan uang papa. Maafkan papa anakku.” Jika saat itu Rara masih dapat membuka matanya untuk sekali saja, dia akan melihat papanya meneteskan butir air mata pertama kalinya untuk dirinya.

“Pak, sepertinya itu catatan untuk bapak dan ibu. Saya tak tau isinya apa, kemarin saya lihat Rara menulis catatan itu. Sesekali dia tersenyum menampakkan gigi kelincinya dan sesekali jemarinya mengusap sudut matanya. Saya rasa dia menangis.” Suara suster itu bergetar. Ikut merasa kehilangan pasiennya. Tetes air mata belum berhenti dari kedua kelopak matanya.

“Ma Pa Rara hanya ingin Mama Papa solat. Rara ingin Mama Papa pergi ke masjid. Rara tak memaksa tapi jika boleh berkata ini salah satu cita-cita Rara. Rara ingin lihat Mama Papa solat. Jika suatu saat nanti Rara pergi, Rara tidak berharap Mama Papa ingat Rara, cukuplah Mama Papa ingat catatan Rara untuk solat. Ma Pa Rara sayang sekali sama Mama Papa tapi tak pernah ada cukup waktu untuk Rara mengatakan itu. Mungkin lewat catatan ini Mama Papa harus tahu betapa Rara mencintai dan menyayangi dengan segenap hati. Mama Papa jangan lupa solat ya. Ya Allah, Rara ingin lihat Mama Papa solat. Ingin sekali Rara didoakan oleh mereka. Ingin sekali Rara lihat mereka dekat dengan Engkau. Ingin sekali Rara lihat mereka sujud didepan-Mu. Ingin sekali Rara berkumpul dengan mereka di surga.”

Ruangan itu hening setelah catatan Rara terbuka dan terbaca. Entah pikiran apa yang ada dalam raga dan jiwa Mama Papa Rara.


Lilis Rusmia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar adalah caraku untuk mengendus jejakmu *halah*. Hayo, komentar biar gue bisa ngendus jejakmu! Haha :D