Ruangan VIP tempat Rara dirawat tak jauh dari ruang
dokter yang merawatnya. Sehingga hanya butuh waktu beberapa menit untuk sampai
di sana.
“Hari ini anak saya sudah boleh pulang ya, dok?”
“Sebentar pak, bu saya periksa dahulu.”
“Astagfirullah hal adzim. Suster sudah berapa lama Rara
tertidur?”
“Sekitar 12 jam dok. Ada apa dok?”
“Innalilahi wainnailaihirojiun. Dia sudah tak bernafas.”
Dokter itu seperti bunga layu ketika mengucapkan kalimat duka itu. Berat.
Hampa. Muka suster yang sebelumnya ceria terlihat seperti
anak kecil yang mainannya direbut, dipaksa dipisahkan dengan mainan
kesayangannya. Menahan tangis dan tak kuasa membendung. Akhirnya tumpahlah air
matanya. “Tidak mungkin dok. Setiap saya datang kesini membawa obat, dadanya
masih naik turun.”
Didekatinya anak satu-satunya itu, anak yang selama ini
tak dilihat perkembangannya. Anak yang terasa jauuuuh sekali, atau mungkin
mereka yang tak mau mendekat. Terlalu angkuh untuk menanyakan kabar anaknya
sendiri. “Sayang.” Itulah kali pertama Mamanya mengucap kata sayang kepada
Rara.
“Kamu mau pergi kemana, nak? Papa belum sempat melihat
lucu wajahmu. Papa belum sempat lihat kamu tersenyum anggun. Papa belum, papa
belum....... maafkan papa, ra. Maafkan papa yang sibuk dengan uang papa.
Maafkan papa anakku.” Jika saat itu Rara masih dapat membuka matanya untuk
sekali saja, dia akan melihat papanya meneteskan butir air mata pertama kalinya
untuk dirinya.
“Pak, sepertinya itu catatan untuk bapak dan ibu. Saya
tak tau isinya apa, kemarin saya lihat Rara menulis catatan itu. Sesekali dia
tersenyum menampakkan gigi kelincinya dan sesekali jemarinya mengusap sudut
matanya. Saya rasa dia menangis.” Suara suster itu bergetar. Ikut merasa
kehilangan pasiennya. Tetes air mata belum berhenti dari kedua kelopak matanya.
“Ma Pa Rara hanya ingin Mama Papa solat. Rara ingin Mama
Papa pergi ke masjid. Rara tak memaksa tapi jika boleh berkata ini salah satu
cita-cita Rara. Rara ingin lihat Mama Papa solat. Jika suatu saat nanti Rara
pergi, Rara tidak berharap Mama Papa ingat Rara, cukuplah Mama Papa ingat catatan
Rara untuk solat. Ma Pa Rara sayang sekali sama Mama Papa tapi tak pernah ada
cukup waktu untuk Rara mengatakan itu. Mungkin lewat catatan ini Mama Papa
harus tahu betapa Rara mencintai dan menyayangi dengan segenap hati. Mama Papa
jangan lupa solat ya. Ya Allah, Rara ingin lihat Mama Papa solat. Ingin sekali
Rara didoakan oleh mereka. Ingin sekali Rara lihat mereka dekat dengan Engkau.
Ingin sekali Rara lihat mereka sujud didepan-Mu. Ingin sekali Rara berkumpul
dengan mereka di surga.”
Ruangan itu hening setelah catatan Rara terbuka dan
terbaca. Entah pikiran apa yang ada dalam raga dan jiwa Mama Papa Rara.
Lilis Rusmia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar adalah caraku untuk mengendus jejakmu *halah*. Hayo, komentar biar gue bisa ngendus jejakmu! Haha :D