Trimakasih untuk raga yang senantiasa berjuang, meskipun terkadang lebih suka bergelung di kegelapan kamar. Trimakasih untuk jiwa yang sehat, meskipun terkadang lebih suka berlagak gila dan dipenuhi prasangka. Trimakasih untuk pikiran yang mau kuajak belajar dewasa, meskipun lebih tergoda jadi anak kecil yang lugu dan sederhana.
Trimakasih untuk hati yang terkadang kuat, rapuh, peka, acuh, lembut, kasar, lunak, keras. Trimakasih karena terkadang mau diajak berdamai dengan rasionalitas pikiran, meskipun dongkol, meskipun harus ngomel berhari-hari, meskipun lebih suka mengundang mendung hitam drpd warna-warni pelangi.
Bertambah angka, bukan berarti bertambah dewasa tapi sudah pasti bertambah tua. Bertambah angka, bertambah pula harapan dan kegagalan mewujudkannya.
Aku berharap cantik, tapi aku takut kena pelet kalau aku jadi cantik. Aku takut dikejar-kejar, banyak haters, dan kena teror dari mereka yang benci melihatku cantik. Jadi lebih baik aku jadi perempuan biasa yang pantas dilihat saja. Yang tidak bikin mata merah saat dipandang.
Aku berharap kaya, tapi kalau kupikir-pikir lagi darimana aku dapat harta kalau uang saku kuliah saja masih minta orang tua. Lagipula kalau aku nanti kaya saat belum waktunya, aku takut jadi sombong, pelit, dan dibenci banyak orang karena sifat burukku itu. Jadi lebih baik aku jadi anak muda sederhana yang setidaknya tidak gemar menghabiskan duit orang tuanya.
Aku berharap punya mobil biar bisa selfie di belakang kemudi, tapi banyak orang bilang buat apa mamerin harta orang tua. Kalau dipikir-pikir benar juga. Jadi lebih baik aku jadi anak muda yang suka selfie sambil pamerin gigi kelinci. Karena cuma gigi kelinci yang aku punya.
Aku berharap semua orang menyukaiku, dalam artian menyukai fisik dan karakterku, tapi aku pernah dengar pepatah semakin tinggi pohon semakin kuat angin yang menerjangnya. Jadi lebih baik aku jadi pohon yang tidak terlalu tinggi daripada tumbang karena tidak kuat diterjang angin puting beliung. Mungkin aku harus tunggu sampai akarku benar-benar kuat menancap tanah.
Aku berharap semakin tua juga semakin dewasa, tapi katanya jadi orang dewasa itu rumit. Mikirin ini itu, berbelit-belit. Tapi aku juga tidak mau punya pemikiran anak kecil yang manja dan parahnya bikin orang lain benci setengah mati. Lagipula apa enaknya punya pemikiran anak kecil yang terperangkap dalam raga yang semakin tua. Lalu bagaimana? Sebaiknya aku mulai belajar dewasa lewat masalah yang melilit sampai sakit, menuntut pengertian, menekan amarah, menumbuhkan kesabaran, menajamkan rasionalitas, dan mengajak kata hati ikut berkonspirasi.
Aku berharap khayalan yang kuciptakan, harapan-harapan yang cuma jadi angan-angan, dan cita-cita yang teronggok di kolong meja, besok jadi kenyataan. Tapi sudah banyak orang membuktikan kalau khayalan, harapan, dan cita-cita tidak akan terwujud tanpa usaha. Jadi lebih baik aku jadi anak muda yang banyak bicara tidak apa-apa asal juga banyak bekerja.
Trimakasih untuk dialog diri hari ini.
With love,
Lilis❤